Berita Permata.Com||Pontianak, Kasus penangkapan seorang pria berinisial EA (51) yang mengaku sebagai wartawan karena dianggap memeras seorang pengusaha sawmill (pengolahan kayu) di Pontianak, Kalimantan Barat, memicu reaksi keras dari Rangkulan Jajaran Wartawan dan Lembaga Indonesia (RAJAWALI). (26/8/2025)
Mereka mendesak aparat penegak hukum untuk tidak hanya menjerat pelaku pemerasan, tetapi juga mengusut tuntas dugaan keterlibatan pengusaha kayu dalam praktik ilegal yang melanggar Undang-Undang Kehutanan.
“Kami mengapresiasi tindakan cepat Polresta Pontianak dalam menangkap pelaku yang dianggap melakukan pemerasan. Namun, kasus ini jangan berhenti di sini. Polisi harus menyelidiki lebih dalam potensi pelanggaran hukum dalam usaha pengolahan kayu milik TH” ujar Hadysa Prana, Ketua Umum Rajawali.
Rajawali menduga, aksi pemerasan yang dilakukan EA bisa jadi terkait dengan upaya menutupi praktik ilegal yang dilakukan oleh pengusaha sawmill tersebut. Mereka mendesak polisi untuk memeriksa izin usaha pengolahan kayu milik TH (53), korban pemerasan, serta melakukan audit terhadap asal-usul kayu yang diolah.
“Jika TH terbukti melakukan pelanggaran terkait usaha pengolahan kayu ilegal, ia dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H). Pasal 83 ayat (1) UU P3H menyatakan bahwa orang yang dengan sengaja menerima, membeli, menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui berasal dari kegiatan yang tidak sah diancam pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500 juta dan paling banyak Rp2,5 miliar,” tegas Hady
Lebih lanjut, Rajawali juga menyoroti potensi pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (UU KUP). “Jika ditemukan adanya indikasi penghindaran pajak atau pelaporan pajak yang tidak benar, TH dapat dijerat dengan Pasal 39 UU KUP yang menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) atau menyampaikan SPT yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar,” tambah Hadysa.
Selain itu, Rajawali juga menyoroti potensi pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya jika pengusaha kayu tersebut tidak memenuhi standar kualitas produk atau melakukan praktik curang dalam perdagangan.
Rajawali berharap, kasus ini dapat menjadi momentum untuk memberantas praktik ilegal di sektor kehutanan dan menindak tegas oknum-oknum yang terlibat atau membiarkan praktik tersebut.
Mereka berjanji akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas dan memastikan keadilan ditegakkan, serta meminta pihak kepolisian untuk transparan dalam mengungkap semua fakta terkait kasus ini.