Berita Permata.Com||Kampar, Kelompok Tani (Poktan) Kepau Jaya Sukses Lestari yang berada di Desa Kepau Jaya Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar, membantah dan tidak menerima atas munculnya berita negatif, kebohongan yang merugikan dan merugikan.
Kelompok Hukum Tani, Anton Sitompul SH didampingi Ketua Poktan, Soewito, menegaskan bahwa Poktan Kepau Jaya
yang dibina oleh Suryanto Widjaja alias Ayau, sesungguhnya adalah korban fitnah, korban pengeroyokan dan pengrusakan, yang ‘diframing’ seolah-olah melindungi pihak tertentu.
“Fasilitas fisik bangunan kantor, mess karyawan dirusak, 2 unit sepeda motor dibakar, 2 unit mobil dirusak, sejumlah karyawan luka, sudah di visum dan sudah membuat laporan polisi dengan taksiran total kerugian sekitar Rp500 juta. Yang mengerikan, pakaian dalam karyawan wanita yang dirampas, dipajang di mobil sebagai tanda ancaman. Sedikitnya 7 truk Tandan Buah Sawit dirampas dan dijual di peron yang sudah kami selidiki,” kata Anton, Senin, 1 September 2025.
Dijelaskannya, pihak Poktan Kepau Jaya yang diserang justru difitnah disebut brutal. Padahal, puluhan karyawan wanita dan anak-anak itu menyaksikan sendiri sambil menjerit ketakutan, menangis dan tiarap ketika melihat oknum penyerang bertindak brutal.
“Faktanya jelas, pihak tertentu ini yang datang merusak dan menyerang. Lalu, langsung buat berita fitnah di media seolah pihak kami adalah penjahat agar dalam kejadian itu kami terpojok. Kami paham betul taktik ini. Kami selama ini diam, dan dalam siaran pers kali ini kami masih menyebut mereka sebagai ‘Pihak Tertentu’ saja,” ujar Anton.
Bahkan, sambungnya, narasi berita itu bertujuan membenturkan Kelompok Tani binaan Ayau dengan satuan aparat.
“Terkait oknum aparat inisial ‘S’ ini, kami memilih menginisialkan saja karena kami menjaga nama baik seseorang, kami tidak tahu apakah dia mewakili satuan atau tindakan pribadi. Apa kaitannya dalam hal ini? Kami serahkan institusinya saja menyelidiki. Tapi sejauh ini, diduga ada aktor yang sengaja mengadu domba agar pihak Poktan Kepau Jaya ‘diframing’ melawan satuan negara. Itu bohong. Sejak awal, klien kami patuh, tunduk dan rebah kepada negara,” sebut Anton.
Diceritakannya, pihak Ayau memiliki basis data yang kuat untuk membantah seluruh tudingan dan fitnah. Insiden bentrok itu, memiliki rangkaian kronologi yang berkelanjutan.
“Kami memiliki dan menyimpan seluruh data dukung, yaitu saksi, bukti dan video dari berbagai sudut. Baik itu video kamera dari perangkat seluler karyawan dan video perangkat lainnya. Walau CCTV dirusak, namun kami sudah menyimpan seluruh back up. Uraian fakta, bukti dan kronologis ini akan kami teruskan secara berjenjang. Terekam dengan jelas, siapa berbuat apa. Banyak pintu untuk mengadu mencari keadilan,” kata Anton.
Dijelaskannya, laporan tersebut diterima oleh pihak kepolisian setempat karena memang memiliki Legal Standing. Dimana lokasi kantor, bangunan dan fasilitas Poktan Kepau Jaya berada di area yang bukan objek kawasan hutan, yang diproses oleh Satgas PKH. “Locus kejadian bukan di kawasan hutan yang disita, tapi di APL,” ujarnya.
Diterangkannya, Poktan Kepau Jaya awalnya mengelola lahan kebun kelapa sawit totalnya sekitar seluas 1.548 hektar. Belakangan, seluas 1.446 hektar dinyatakan sebagai kawasan hutan dan disita Satgas PKH. Sedangkan sisanya sekitar 102 hektar adalah Area Peruntukan Lain (APL) alias bukan kawasan hutan.
Kantor, emplasemen, gudang atau markas kebun berada di areal APL 102 hektar itu rencananya direbut oleh pihak tertentu, yang mengklaim mendapatkan Perjanjian Kerjasama (KSO) Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit dari PT Agrinas.
“Jadi pihak tertentu ini, mau usir Poktan Kepau Jaya dari lokasi 102 hektar APL, agar mereka bisa pakai sarana dan prasarana milik Poktan Kepau Jaya untuk mengelola kebun seluas 1.446 hektar itu jika dapat KSO. Agar mereka tidak keluar duit Miliran lagi untuk membangun fasilitas jika berhasil dapatkan KSO,” sebut Anton
Untuk melancarkan tujuan itu, lanjutnya, dilakukan upaya paksa penyerangan, teror dan tekanan serta berita negatif memojokkan, agar Poktan Kepau Jaya takut dan keluar. Mereka, kata Anton, tidak peduli bahwa area 102 hektar itu bukan objek sitaan, karena yang diincar adalah fasilitas sarana emplasemen itu.
“Plang Satgas saja dipasang di areal 1.446 hektar, bukan di areal 102 hektar APL itu. Dan, Poktan Kepau Jaya sudah ada pertemuan dengan Satgas, disitu ada tim dari Badan Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) dan Badan Informasi Geospasial (BIG), dan dinyatakan lokasi 102 hektar berisi fasilitas sarana kantor, bangunan, emplasemen kami itu adalah APL. Kalau mereka tak peduli, ya kami harus mempertahankan diri dan terus mencari perlindungan,” papar Anton.
Tak hanya itu, lanjut Anton, pihak tersebut diduga kuat juga telah mengetahui bahwa Poktan Kepau Jaya sedang berjuang mendapatkan KSO karena sejak awal mereka yang menanam, merawat kebun kelapa sawit tersebut.
“Mau dikemanakan Poktan Kepau Jaya dan lebih dari 60 orang karyawan yang berada di dalam mess itu? Apakah mereka hanya menonton kebun kelapa sawit yang mereka kerjakan selama ini dipanen oleh orang lain yang mengaku mendapat KSO. Teriris dan sesak bagi mereka,” kata Anton.
Ia mengungkapkan keanehan dengan KSO yang disebut telah ditandatangani pada 15 Juli 2025 lalu. Dimana, KSO itu berdasarkan Berita Acara (BA) Penyerahan Kawasan Hutan Hasil Penguasaan Kembali dengan Nomor BA-2/MBU/2025 tanggal 26 Maret 2025, seluas 1.446 hektar, eks kebun Kelompok Tani Kepau Jaya Sukses Lestari.
“Aneh, BA Penyerahan tanggal 26 Maret 2025, sementara Poktan Kepau Jaya pertama kali menghadap panggilan Satgas PKH untuk klarifikasi pada tanggal 24 April 2025. Pihak yang ingin KSO itu memberikan dokumen yang isinya kok mendahului Tuhan?,” tegas Anton.
Anton menuturkan, pihak Poktan Kepau Jaya sejak awal selalu kooperatif dan patuh meski pun status lahan seluas 1.446 hektar itu memiliki putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, inkrah.
Dimana pada tahun 2022, ada putusan Pengadilan menyebutkan bahwa seluruh alas hak lahan 1.446 hektar yang mereka kuasai dan tanami kebun kelapa sawit itu adalah sah dan memiliki kekuatan hukum. Sedangkan seluruh SK Pemerintah yang menyatakan SK Pemerintah tentang Penunjukan Kawasan Hutan, tidak berkekuatan hukum.
“Meski ada putusan itu, namun Poktan tetap tunduk dan patuh kepada negara. Saat bertemu, pihak Satgas mengajak Pak Ayau beserta Pengurus Poktan agar ikut membantu negara dalam keadaan susah, Pak Ayau langsung menyatakan, ‘Siap, kami ikut!’. Di Satgas OK. Tapi proses berikutnya di Agrinas kok mengecewakan? Tiba-tiba ada pihak datang mengaku dapat KSO dari Agrinas. Kenapa kita tidak dilibatkan semacam open bidding, padahal kita pengelola awal dan ada hampir 100 anggota dan karyawan yang kehilangan pekerjaan,” kata Anton.
Sementara itu, terkait berita yang merugikan, pihak Poktan berencana akan melakukan upaya hukum terhadap media yang memproduksi berita tersebut.
“Ada media bernama wartarakyat***.com, kami pelajari dan analisa adalah bukan Perusahaan Pers. Karena tidak memiliki Standar Perusahaan Pers, baik dari sisi akuntabilitas, yaitu struktur redaksi, konten dan lainnya. Bahkan kami cek, sama sekali tidak terdaftar di Dewan Pers. Ada 2 berita yang diproduksi yang memuat konten negatif, bohong dan fitnah, sehingga upaya hukum pidana akan kami jangka panjang,” tutup Anton. (*)