Berita Permata.Com||Pekanbaru, Pembangunan ruang kelas baru di SMP Negeri 43 Pekanbaru yang menelan anggaran miliaran rupiah kini menjadi sorotan tajam. Hasil investigasi awak media di lapangan menemukan sejumlah kejanggalan pada kualitas pekerjaan yang patut dipertanyakan.
Sejumlah kolom praktis yang sudah dicor terlihat miring, bahkan bekisting untuk kolom lain yang sedang dipasang pun tampak tidak tegak. Temuan lebih serius terjadi pada kolom berukuran 20×25 cm yang hanya dipasangi 6 batang besi berdiameter 12 mm. Padahal, jika merujuk pada ketentuan SNI 2847:2019, kebutuhan minimalnya adalah 8 batang besi diameter 12 mm. Artinya, terjadi kekurangan 2 batang besi pada setiap kolom—sebuah indikasi bahwa standar teknis diabaikan.
Ironisnya, ketika dimintai klarifikasi terkait gambar bestek pembangunan, Kepala Sekolah SMPN 43 Pekanbaru Zuraida, M.Pd justru mengaku tidak memegangnya dan meminta awak media menanyakan langsung kepada pengawas. Saat diminta nomor kontak pengawas, Zuraida menolak memberikannya dengan alasan bisa diminta ke Dinas Pendidikan.
Padahal, menurut pengakuan Zuraida, pihak Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru, mulai dari Kadisdik Maskur Tarmizi, Kabid Multi Feri, hingga Kasi Indra Yana, bahkan tenaga ahli dari Politeknik Bengkalis, sudah meninjau langsung proyek tersebut. Namun anehnya, fakta lapangan tetap menunjukkan adanya pengerjaan yang diduga jauh dari standar.
Lebih disayangkan lagi, ketika disinggung mengenai temuan kolom miring dan dugaan lemahnya pengawasan, Zuraida malah balik mempertanyakan apakah awak media sudah meminta izin terlebih dahulu kepadanya atau guru. Sikap defensif ini justru menimbulkan tanda tanya besar: apakah kepala sekolah memang benar-benar mengawasi proyek bernilai miliaran tersebut, atau sekadar menyerahkan sepenuhnya tanpa kontrol?
Tak hanya itu, awak media juga mencoba mengonfirmasi Kasi SMP Disdik Pekanbaru, Indra Yana, namun pesan yang dikirim tidak direspons sama sekali. Sikap bungkam ini makin memperkuat dugaan bahwa ada persoalan serius yang sengaja ditutup-tutupi.
Dengan anggaran yang begitu besar, publik tentu berhak mendapatkan hasil pembangunan yang berkualitas dan transparan. Jangan sampai program pembangunan yang digadang-gadang untuk meningkatkan mutu pendidikan justru berakhir menjadi pekerjaan asal jadi yang merugikan masyarakat dan mencoreng program pemerintah.(Ef)