Hakim PN Pekanbaru Nyatakan Penyitaan Aset Muflihun oleh Ditreskrimsus Polda Riau Tidak Sah

Berita Permata.Com||Pekanbaru,  Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru Dedi SH MH mengabul gugatan mantan Sekwan DPRD Riau Muflihun terhadap Penyidik Subdit III Ditreskrimsus Polda Riau.

Pada pembacaan putusan Rabu (17/9/2025), Hakim Dedi mengabulkan gugatan Muflihun sebagain. Diantara yang dikabulkan yaitu penyitaan aset rumah di Pekanbaru dan Apartemen di Batam, yang tercantuk dalam petitum nomor 2 pemohon.

“Tindakan termohon melakukan penyitaan terhadap unit rumah yang beralamat Jalan Banda Aceh, Kelurahan Tangkerang Timur, Kota Pekanbaru dan 1 unit apartemen yang terletak di Komplek Nagoya City Walk, Kota Batam tidak sah,” ujar Hakim Dedi.

Dengan dikabulkan petitum nomor 2, maka lanjut hakim, petutup nomor 3 hingga 7 turut dikabulkankan. Adapun petitum itu adalah menyatakan Surat Perintah Penyitaan Nomor : Sp.Sita / 88 / XI / RES.3.3.2024 / Reskrimsus tanggal 13 November 2024 yang diterbitkan oleh termohon adalah tidak sah dan batal demi hukum.

Lalu menyatakan penetapan penyitaan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Pekanbaru Nomor : 364/PenPid.Sus TPK-SITA/2024/PN.Pbr tanggal 21 November 2024 adalah cacat hukum dan tidak berlaku.

Menyatakan penetapan penyitaan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Batam Nomor : 1295/PenPid.Sus TPK-SITA/2024/PN.Btm tanggal 25 November 2024 adalah cacat hukum dan tidak berlaku.

Kemudian, menyatakan tindakan penyitaan tersebut melanggar hak-hak konstitusional Pemohon sebagai warga negara dan sebagai calon kepala daerah dalam Pilkada Kota Pekanbaru 2024.

“Memerintahkan termohon untuk mencabut dan atau menghapus status penyitaan atas rumah dan apartemen milik pemohon tersebut, serta mengembalikan kedudukan hukum dan kepemilikan pemohon sebagaimana semula,” hakim membacakan putusan.

Diantara pertimbangan hakim memgabulkan praperdailan Muflihun adalah, aset yang disita Polda Riau merupakan hasil dari penghasilan sah Pemohon selama menjabat sebagai pejabat negara dan terdaftar dalam LHKPN di KPK.

Pertimbangan lainnya bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa aset tersebut diperoleh dari tindak pidana SPPD fiktif, melainkan termohon hanya berdasarkan keterangan saksi semata. Selain itu tidak ada audit resmi dari BPK, BPKP, maupun Kejaksaan yang menetapkan kerugian negara dan mengaitkan kerugian tersebut dengan pemohon.

Adapun petitum Muflihun yang tidak dikabulkan adalah petitum nomor 8, 9, 10 dan 11. Yaitu menyatakan bahwa Laporan Polisi Nomor : LP/A/31/VII/2024/SPKT.DITRESKRIMSUS/POLDA RIAU tanggal 12 Juli 2024 adalah tidak sah secara hukum, dan tidak memenuhi syarat formil maupun materil sebagai dasar dimulainya penyidikan.

Lalu, memerintahkan kepada termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap Laporan Polisi tersebut dan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Kemudian menyatakan pemohon berhak atas rehabilitasi nama baik dan kehormatan, serta memerintahkan termohon untuk melakukan pemulihan nama baik pemohon melalui mekanisme hukum yang berlaku.

Petitum Muflihun yang menggugat agar termohon untuk membayar ganti kerugian materiil maupun immateriil kepada pemohon, dalam jumlah yang layak dan adil menurut hukum atau yang ditetapkan oleh Pengadilan yang Mulia.

Petitum tersebut tidak dikabulkan menurut hakim menganggap bukan kewenangannya. Juga, karena status Muflihun bukanlah seorang tersangka, melainkan masih sebatas terlapor. Selain itu dalam putusannya hakim juga tidak membebankan termohon untuk membayar biaya perkara dalam perkara ini.

Atas dikabulkan gugatan kliennya sebagaian, Kuasa Hukum Muflihun, Ahmad Yusuf menyatakan menghormati keputusan hakim. Putusan itu sesuai harapan sebagain besar dari kliennya. “Gugatan inti klien kita dikabulkan, dua aset klien kita diperintahkan majelis hakim yang mulia agar segera dikembalikan. Putusan Yang Mulia Hakim hari ini kembali meyakinkan kita bahwa keadilan itu masih ada,” ucap Ahmad Yusuf.