Jakarta, Berita Permata.com|| Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) akan membacakan putusan dugaan pelanggaran kode etik Ketua MK Anwar Usman dan hakim konstitusi pada hari ini. Pakar hukum tata negara Abdul Chair Ramadhan mengatakan Pasal 17 tentang UU Kekuasaan Kehakiman tidak berlaku bagi hakim konstitusi, tapi untuk hakim Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya.
“Persoalan Ketua MK Anwar Usman harus mengundurkan diri karena adanya dugaan konflik kepentingan dan hubungan kekerabatan harus diluruskan agar tidak menyesatkan,” kata pakar hukum Tata Negara Abdul Chair Ramadhan, saat dihubungi, Selasa (7/11/2023).
Abdul menyoroti dalil pelapor tentang adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua MK Anwar Usman karena adanya konflik kepentingan dan hubungan kekerabatan. Pelapor mempersoalkan soal tidak mundurnya Anwar Usman sehingga menjadi sebab dikabulkannya uji materi tentang syarat usia capres dan cawapres.
Abdul menjelaskan, Pasal 17 UU Kekuasaan Kehakiman yang mengatur terkait kewajiban agar hakim mundur dari persidangan jika terdapat konflik kepentingan atau hubungan kekerabatan tidak berlaku bagi hakim konstitusi.
“Perlu dipahami bahwa kewajiban mundur bagi hakim karena adanya konflik kepentingan dan hubungan kekerabatan tidak berlaku bagi hakim konstitusi,” katanya.
Hal itu karena pengertian hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU Kekuasaan Kehakiman menunjuk pada pengertian hakim sebagaimana disebutkan dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 5 yang menyebutkan, hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut’.
Selain itu, dibedakan antara hakim agung dan hakim konstitusi pada angka 6 dan angka 7. Pada angka 6 disebutkan, hakim agung adalah hakim pada Mahkamah Agung. Pada angka 7 disebutkan, hakim konstitusi adalah hakim pada Mahkamah Konstitusi.
Oleh karenanya, ia menilai kewajiban mundur bagi hakim yang diduga terlibat konflik kepentingan atau hubungan keluarga berlaku bagi hakim MA dan hakim badan peradilan yang ada di bawahnya.
“Jadi kewajiban mundur sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 17 UU Kekuasaan Kehakiman hanya berlaku bagi hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus,” katanya.
Berikut ini bunyi Pasal 17 UU Kekuasaan Kehakiman:
(1) Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang mengadili perkaranya.
(2) Hak ingkar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan terhadap seorang hakim yang mengadili perkaranya.
(3) Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera.
(4) Ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat.
(5) Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.
(6) Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda.
Abdul lalu menjelaskan yang dimaksud dengan maksud Pasal 17 ayat 5 UU Kekuasaan Kehakiman terkait “kepentingan langsung atau tidak langsung”. Menurutnya, penjelasan Pasal 17 ayat 5 UU Kekuasaan Kehakiman adalah termasuk apabila hakim atau panitera atau pihak lain pernah menangani perkara tersebut atau perkara tersebut pernah terkait dengan pekerjaan atau jabatan yang bersangkutan sebelumnya.
Karena itu, ia menilai tidak tepat pemohon menggunakan Pasal 17 UU Kekuasaan Kehakiman sebagai dasar meminta hakim konstitusi mengundurkan diri pada persidangan uji materiil batas usia minimum capres-cawapres. Sebab, menurutnya, Pasal 17 UU Kekuasaan Kehakiman tidak merujuk pada hakim konstitusi.
“Dapat dikatakan tidak pada tempatnya ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dijadikan dalil bagi hakim konstitusi untuk mengundurkan diri dari persidangan uji materiil batas usia minimum capres-cawapres. Dengan demikian, tidak berdasar dan tentunya tidak benar jika dimaksudkan hakim pada Pasal 17 UU Kekuasaan Kehakiman menunjuk pada hakim konstitusi,” katanya.
Ia menilai tidak mundurnya Anwar Usman pada sidang batas minimal usia capres cawapres itu dibenarkan. Apalagi, menurutnya, objek yang diadili MK berbeda dari pengadilan umum.
“Berdasarkan ketentuan tersebut, tidak mundurnya Anwar Usman dibenarkan, terlebih lagi MK bukan pengadilan fakta, melainkan sebagai pengadilan norma.” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya tidak menyamakan antara hakim pada Mahkamah Agung dan badan peradilan dengan Mahkamah Konstitusi. Sebab, menurutnya, hal itu merupakan ketidakbenaran dan ketidakadilan.
“Penting untuk dicatat bahwa kebenaran itu adalah ‘menyamakan sesuatu yang sama dengan sesuatu yang sama’ dan ‘membedakan sesuatu yang berbeda dengan sesuatu yang berbeda’. Keadilan adalah ‘menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya’,” ujarnya.
“Dalam kaitannya dengan perkara tersebut, mempersamakan hakim pada Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dengan hakim pada Mahkamah Konstitusi adalah ‘menyamakan dua hal yang berbeda’ dan ‘penyamaan tersebut tidak pada tempatnya’. Jadi mempersamakan hakim pada Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dengan hakim pada Mahkamah Konstitusi adalah ‘ketidakbenaran dan sekaligus ketidakadilan’,” tutur Ketua Umum Persatuan Doktor Pascasarjana Hukum Indonesia (PEDPHI) itu.
Sebelumnya diberitakan, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) akan membacakan putusan dugaan pelanggaran kode etik Ketua MK Anwar Usman dan hakim konstitusi lain hari ini. Dugaan pelanggaran etik dilaporkan setelah MK memutuskan kepala daerah berumur di bawah 40 tahun bisa maju pilpres.
“Iya (besok–dibaca hari ini),” kata juru bicara MK Fajar Laksono, saat dihubungi, Senin (6/11/2023).