Permenkumham Nomor 28 Tahun 2023: Manifestasi Pelembagaan Keadilan Restoratif di Sistem Pemasyarakatan

Berita Permata.com||Pengesahan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 28 Tahun 2023 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia menjadi tonggak sejarah baru dan menegaskan implementasi keadilan restoratif dalam penyelengaraan sistem pemasyarakatan Indonesia. Untuk pertama kalinya, istilah keadilan restoratif masuk dalam peraturan penyelenggaraan fungsi pemasyarakatan yang bersifat teknis. Istilah tersebut disebutkan dalam pasal yang mengatur tentang nomenklatur salah satu unit eselon II di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, yakni Direktorat Pembimbingan Kemasyarakatan dan Upaya Keadilan Restoratif Pemasyarakatan (Bimkemas dan UKRP). Sebelumnya, Direktorat ini bernama Direktorat Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak yang menjalankan fungsi di bidang registrasi, penelitian kemasyarakatan dan pendampingan, pembimbingan dan pengawasan, serta pendidikan dan pengentasan Anak.

Peraturan Menteri ini terdiri dari 25 bab dan 495 pasal yang dapat dijelaskan sebagai berikut

  1. Bab I merupakan ketentuan umum yang berisi pengertian-pengertian dan istilah yang digunakan dalam peraturan ini.
  2. Bab II berjudul organisasi yang mengatur tentang strukur organisasi Menteri wakil Menteri serta unit eselon satu yang ada di bawah Menteri.
  3. BAB III—BAB XIII mengatur struktur organisasi unit eselon I yang terdiri dari 11 unit, yakni
    • Sekretariat Jenderal,
    • Inspektorat Jenderal,
    • 6 (enam) Direktorat Jenderal, yaitu Peraturan Perundang-undangan (PP), Pemasyarakatan (PAS), Administrasi Hukum Umum (AHU), Kekayaan Intelektual (KI), Hak Asasi Manusia (HAM), dan Imigrasi, serta
    • tiga Badan, yaitu Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM), Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), dan Badan Strategi Kebijakan (BSK).
  4. BAB XIV mengatur staf ahli.
  5. Bab XV mengatur tentang pusat data dan informasi. Hal ini cukup unik karena Pusdatin merupakan unit organisasi eselon II, tetapi diatur dalam Bab tersendiri. Bab ini menyebutkan bahwa Pusat Data dan Teknologi Informasi merupakan unsur pendukung pelaksanaan tugas pokok Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di bidang data dan teknologi informasi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
  6. Bab XVII berisi pengaturan tentang Instansi vertikal, yakni Kantor Wilayah (Kanwil) yang bersifat umum saja. Permenkumham ini mendelegasikan untuk struktur organisasi kantor wilayah ditetapkan dengan Permenkumham tersendiri (khusus).
  7. Bab XVIII berisi pengaturan tentang Unit pelaksana teknis yang juga mendelegasikan ke pembentukan Permenkumham lainnya.
  8. BAB XIX tentang Staf Khusus. Staf Khusus Menteri disebutkan dalam peraturan ini mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Menteri sesuai penugasan Menteri dan bukan merupakan bidang tugas unsur-unsur organisasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Namun demikian tidak ada pengaturan yang lebih lanjut terkait apa yang dimaksud bukan merupakan tugas unsur-unsur organisasi.
  9. Bab XX berisi tentang Tata Kerja. Secara khusus, Pasal 484 ayat (2) menyebutkan bahwa “Pengarahan dan petunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diikuti dan dipatuhi oleh bawahan secara bertanggung jawab serta dilaporkan secara berkala sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Bagian ini juga memberikan pengaturan tentang peta bisnis dan kelembagaan, analisa jabatan, analisis beban kerja sampai tanggung jawab pimpinan unit organisasi.
  10. Bab XXI berjudul Jabatan, Pengangkatan, Dan Pemberhentian, mengatur tentang level eselon unit organisasi dan siapa yang berwenang menandatangi surat penetapan dalam pengangkatan dan pemberhentiannya.
  11. Bab XXII mengatur tentang pendanaan kementerian berasal dari APBN.
  12. BAB XXIII berisi Ketentuan lain-lain yang mengatur dua hal. Pertama, kepala Biro dan Pejabat Fungsional secara otomatis bertindak sebagai kepala unit pengadaan barang jasa karena tugasnya menjalankan pengelolaan Barang Milik Negara. Kedua, Bab ini memberikan pengaturan tentang perubahan sistem organisasi didelegasikan pada Permenkumham lainnya.
  13. Bab XXIV tentang Ketentuan Peralihan yang pada intinya mengatur bahwa pejabat yang ada saat ini tetap melaksanakan tugas berdasarkan Permenkumham yang lama sampai diangkat dan dilantik sesuai dengan organisasi dan tata kerja yang ada dalam Permenkumham ini.
  14. Bab XXV tentang ketentuan penutup yang isinya mencabut Permenkumham Nomor  41 tahun 2021 dan Permenkuham 42 Tahun 2021. Hal ini dikarenakan dalam Permenkumham yang baru sudah mengkompilasi semua substansi yang ada di dua Permenkumham tersebut.

Mengenal Direktorat Pembimbingan Kemasyarakatan dan Upaya Keadilan Restoratif Pemasyarakatan

Dalam Permenkumham ini, pengaturan struktur organisasi dan tata kerja Direktorat Jenderal Pemasyarakatan terdapat di tercantum di Bab VI dan Direktorat Bimkemas dan UKRP berada di bagian keenam, yakni pasal 189. Pada pasal tersebut, Direktorat Pembimbingan Kemasyarakatan dan Upaya Keadilan Restoratif Pemasyarakatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pembimbingan kemasyarakatan dan pelaksanaan upaya keadilan restoratif pemasyarakatan sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

Dalam pasal 190, Direktorat Pembimbingan Kemasyarakatan dan Upaya Keadilan Restoratif Pemasyarakatan akan menangani beberapa bidang, antara lain

  1. registrasi dan penelitian kemasyarakatan pada tahap praadjudikasi, adjudikasi dan pascaadjudikasi,
  2. pendampingan pada tahap praadjudikasi, adjudikasi, pascaadjudikasi,
  3. pelaksanaan bimbingan lanjutan, pembimbingan, pemberdayaan dan pelaksanaan pemidanaan nonpemenjaraan,
  4. pengawasan dalam lembaga dan luar lembaga, serta pelibatan masyarakat.

Berdasarkan pasal 467 ayat 2 disebutkan bahwa “Dalam pelaksanaan tugas jabatan fungsional, ditetapkan Koordinator Pelaksana Fungsi Pelayanan Fungsional sesuai dengan ruang lingkup bidang tugas dan fungsi Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama masing-masing.

Dengan mengamati bidang tugas yang tercantum di pasal 190, Direktorat Pembimbingan Kemasyarakatan dan Upaya Keadilan Restoratif Pemasyarakatan dapat menetapkan 4 (empat) koordinator sebagi berikut:

  1. Koordinator untuk registrasi dan penelitian kemasyarakatan pada tahap praadjudikasi, adjudikasi dan pascaadjudikasi;
  2. Koordinator untuk pendampingan pada tahap praadjudikasi, adjudikasi, pascaadjudikasi, dan pelaksanaan bimbingan lanjutan;
  3. Koordinator untuk pembimbingan, pemberdayaan dan pelaksanaan pemidanaan nonpemenjaraan;
  4. koordinator untuk pengawasan dan pelibatan masyarakat

Pelembagaan Keadilan Restoratif

Pokok perhatian utama dari transformasi struktur organisasi ini adalah upaya mengintegrasikan dan mempromosikan penerapan keadilan restoratif dalam penyelenggaraan pemasyarakatan sebagaimana nomenklatur barunya. Penguatan keadilan restoratif ini setidaknya dapat dilihat dari kemunculan empat fungsi barunya.

Pertama, fungsi penelitian kemasyarakatan yang sebelumnya tidak dijabarkan dalam organisasi dan tata laksana (orta) yang lama. Dalam orta baru ini, fungsi litmas ini dijabarkan menjadi tiga subfungsi, yakni Litmas praadjudikasi, adjudikasi dan pascaadjudikasi. Penulis beranggapan, dengan adanya penjabaran menjadi 3 subfungsi ini, upaya penguatan kelembagaan dan tata laksana litmas akan dilaksanakan secara masif. Upaya tersebut akan berada dalam tahap praadjudikasi dan adjudikasi untuk memberikan rekomendasi kepada penyidik, penuntut umum dan hakim yang tidak hanya terbatas dalam perkara anak, tetapi juga untuk perkara dewasa.

Kedua, fungsi pendampingan yang juga dijabarkan menjadi subfungsi pendampingan praadjudikasi, adjudikasi, dan pascaadjudikasi, serta bimbingan lanjutan. Hal ini tentu sesuai juga dengan upaya pemenuhan hak klien sebagimana diatur dalam pasal 14 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan. Di sisi lain, penguatan fungsi pendampingan juga akan menunjukkan kesiapan pemasyarakatan sebagai sistem pendukung (support system) pemulihan bagi pelaku pidana yang menjalani penghentian penyidikan dan penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

Ketiga, fungsi di bidang pembimbingan yang diperluas melalui subfungsi pemberdayaan pemidanaan di luar lembaga dan pemidanaan non-penjara. Penulis menangkap beleid ini sebagai upaya nyata pemasyarakatan dalam menggelar karpet merah untuk datangnya era pemidanaan baru dalam bentuk pidana kerja sosial dan pidana pengawasan yang disebutkan dalam pasal 76 dan 85 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP serta pasal 57 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.

Keempat, fungsi pelibatan masyarakat yang tentunya sangat sejalan dengan pendekatan keadilan restoratif serta mendukung kesiapan pelaksanaan pidana kerja sosial. Sebagaimana diketahui, sejak tahun 2020, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan tengah menggalakan program pemberdayaan masyarakat melalui Kepdirjenpas Nomor : PAS-06.0T.02.02 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembentukan Kelompok Masyarakat Peduli Pemasyarakatan (Pokmas Lipas) pada Balai Pemasyarakatan serta Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-36.0T.02.02 Tahun 2022 tentang Pedoman Pembentukan Dan Penyelenggaraan Griya Abhipraya.

Optimisme Akselerasi Bapas di Indonesia

Hal lain yang juga menjadi perhatian adalah pengalihan fungsi pendidikan dan pengentasan anak dari semula berada di bawah Direktorat Pembimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak menjadi berada di bawah Direktorat Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi.

Perubahan ini ditunjukkan dalam pasal 186 yang memberikan pengaturan bahwa Direktorat Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi menjalankan fungsi di bidang

  1. registrasi, penilaian dan klasifikasi narapidana dan anak binaan,
  2. pembinaan mental dan spiritual, pembinaan kesadaran hukum dan intelektual, dan pembinaan perilaku dan disiplin narapidana,
  3. latihan keterampilan, kegiatan kerja produksi, pengelolaan hasil kerja, dan pemberdayaan ekonomi kelompok kebutuhan khusus narapidana,
  4. pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal anak binaan,
  5. asimilasi, integrasi narapidana dan anak binaan, serta
  6. pendayagunaan tim pengamat pemasyarakatan.

Konsekuensi dari pemindahan fungsi tersebut adalah Direktorat Pembimbingan Kemasyarakatan dan Upaya Keadilan Restoratif Pemasyarakatan tidak akan lagi banyak disibukkan dalam penanganan Lembaga Pendidikan Khusus Anak karena sudah menjadi bidang tugas di Direktorat Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi.

Dampak positif atas transformasi ini adalah Direktorat Pembimbingan Kemasyarakatan dan Upaya Keadilan Restoratif Pemasyarakatan dapat lebih fokus dalam mengembangkan dan mengakselerasi pembentukan Balai Pemasyarakatan di seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia. Berkolaborasi dengan aparat penegak hukum lainnya, Balai Pemasyarakatan akan menjadi garda terdepan dalam upaya penegakan keadilan restoratif dalam sistem peradilan pidana Indonesia.

Disahkan 13 November 2023, Permenkumham Nomor 28 Tahun 2023 telah diundangkan pada 14 November 2023 dan mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Penulis berharap penguatan kelembagaan keadilan restoratif ini dapat didukung juga dengan penguatan anggaran melalui kebijakan fiskal, kualitas SDM, serta sarana-prasarana pendukung lainnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *