Berita Permata.Com||Riau, Melawan Lupa adalah sebuah peristiwa yang tidak akan pernah terhapus dari ingatan kolektif kita. Tanggal 2 September 1985 menjadi momen penting di mana spirit besar Riau menegakkan nilai-nilai demokrasi. Dari situ pula muncul sosok H. Ismail Suko, calon Gubernur Riau terpilih dalam sebuah proses demokrasi yang berlangsung di Gedung Parlemen, Kantor DPRD Jalan Sudirman, yang kini telah menjelma menjadi bangunan megah Perpustakaan Provinsi Riau.
Jika kita kilas balik, peristiwa 2 September 1985 mengguncang seluruh Nusantara. Berbagai media nasional dan lokal memberitakan kejadian tersebut secara spektakuler, bahkan beberapa media asing turut menyoroti kasus itu. Peristiwa ini berkaitan dengan pemilihan Gubernur Riau periode 1985-1990. Tiga calon disiapkan mengikuti proses tersebut, yaitu Mayjen Imam Munandar (incumbent), Drs. Ismail Suko, dan Abdul Rachman Hamid. Calon unggulan adalah Imam Munandar, yang didukung penuh oleh pemerintah pusat dan diharapkan memenangkan pemilihan di DPRD Riau. Secara teori, kemenangan Imam Munandar sudah menjadi sesuatu yang mutlak.
Namun, kenyataan berkata lain. Calon unggulan tersebut justru kalah, hanya meraih 17 suara, sedangkan Drs. Ismail Suko, yang dianggap tidak diunggulkan, memenangkan pemilihan dengan 19 suara. Abdul Rachman Hamid memperoleh 1 suara. Suasana pemilihan berlangsung secara terbuka dan demokratis. Turut hadir Dirjen Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah (PUOD), Tojiman Sidikprawiro, yang bertanggung jawab atas pelaksanannya dan menegaskan kepada media kala itu bahwa proses tersebut sah. Meskipun H. Ismail Suko tidak sempat dilantik sebagai Gubernur Riau, spirit demokrasi yang ia bawa tetap abadi, mengalir deras dalam benak generasi demi generasi.
Kini, setelah 40 tahun, momentum ini menjadi warna penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Riau telah menorehkan aura demokrasi yang damai sebagai provinsi di beranda terdepan bangsa, yang berada di perbatasan internasional. Hari ini, 2 September, layak kita peringati sebagai spirit melawan lupa. Sayangnya, kini sebagian warga Riau mulai melupakan jejak sejarah yang tertata rapi dalam balutan “Monumen 2 September” yang berdiri megah persis di depan pagar Gedung Perpustakaan Wilayah Riau. Monumen itu seharusnya menjadi wadah pengingat akan besarnya peran Provinsi Riau dalam memberikan contoh pentingnya suasana damai dalam menjalankan demokrasi dan melahirkan pemimpin.
- Ismail Suko telah dipanggil Sang Khalik, tetapi semangat proses pemilihan beliau dalam demokrasi harus terus dikenang. Alhamdulillah, dalam momen yang sama, pada 1 September kemarin, para mahasiswa kita juga dengan tertib dan damai menggelar demonstrasi di Gedung DPRD. Aspirasi disampaikan dengan elegan dan suasana kondusif, komunikatif, serta penuh semangat perjuangan demi “Indonesia lebih baik”. Jika saya memandang situasi ini dalam satu nafas, maka Riau memang negeri yang mampu membuktikan bahwa demokrasi bisa dijalankan dalam suasana aman, tertib, dan damai, senantiasa menjunjung tinggi adat Melayu sebagai ruh perjuangan.
Dalam momentum 2 September ini, saya ingin mengingatkan kembali agar kita selalu menjaga tanah Lancang Kuning ini serta nilai-nilai demokrasi yang pernah menggugah pemerintah pusat pada tahun 1985. Kini, semoga hal yang sama juga dapat menggugah hati para pemimpin di Ibukota untuk memberikan perhatian lebih kepada Provinsi Riau demi kesejahteraan masyarakat. Momen ini juga merupakan awal kebulatan tekad bagi Riau untuk meraih kebesaran hati negeri melalui aspirasi “Riau Istimewa.” Harapan ini agar Riau dapat terus memberikan yang terbaik bagi masyarakatnya di tengah perjalanan sejarah bangsa, di mana minyak yang terkandung dalam perut bumi Riau turut memberikan kontribusi besar bagi pembangunan nasional.
Peristiwa ini adalah jeritan hati sekaligus tonggak sejarah yang tidak boleh dilupakan oleh anak cucu dan generasi muda di Provinsi Riau. Nilai-nilai demokrasi yang damai dan tertib harus senantiasa menjadi warna khas negeri ini. Perjalanan kita untuk menegakkan otonomi daerah, berdiri di kaki sendiri, dan memilih pemimpin sesuai aspirasi masyarakat harus tetap terjaga dengan baik.
Pelajaran berharga yang dapat kita petik dari peristiwa 2 September 1985 adalah pentingnya suasana tertib masyarakat yang jauh dari kekerasan. Demokrasi menuntut ketertiban dan menghindarkan unsur-unsur destruktif. Apapun situasinya, hendaknya menjadi pelajaran bagi semua pihak agar senantiasa mawas diri. Unsur-unsur yang memaksakan kehendak tanpa menghargai proses demokrasi tidak boleh terulang. Mari kita bangun Riau tanpa henti dan tanpa rasa letih, tanpa sekat atau perpecahan. Para pendahulu telah memberikan teladan luhur bagi kita semua.