Pengesahan Perubahan APBD 2025 Kabupaten Kampar, Riau, Dipandang Bermasalah Secara Hukum

Berita Permata.Com||Bangkinang, Proses pengesahan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kampar Riau 2025 dinilai cacat hukum. Sejak penyampaian nota keuangan berupa Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) hingga pengesahan Perubahan APBD 2025 dinilai melanggar aturan. Sehingga penggunaan anggaran selama 3 bulan ke depan dinilai cacat hukum secara formal.

Nota keuangan berupa KUA dan PPAS disampaikan pihak pemerintah ke DPRD dalam sidang paripurna yang berlangsung pada tanggal 27 Juni 2025 lalu, persoalannya adalah, dua dokumen penting terkait keuangan daerah tersebut disampaikan oleh Wakil Bupati Kampar, Misharti.

Sementara secara aturan, menurut Peraturan Pemerintah (PP) 12 Tahun 2018 PP 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota, penyampaian Rancangan Peraturan Daerah wajib disampaikan oleh Kepala Daerah.

Dalam PP 12 Tahun 2018 dinyatakan dengan tegas bahwa penyampaian Rancangan Peraturan Daerah berupa nota keuangan daerah serta dalam rangka pengambilan keputusan Rancangan Peraturan Daerah wajib dihadiri oleh kepala daerah.

Dalam aturan yang sama juga disebutkan yang dimaksud kepala daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi, Bupati bagi daerah kabupaten dan wali kota bagi daerah kota.

Sementara sidang paripurna mulai menyerahkan nota keuangan KUA PPAS Perubahan APBD 2025 hingga pengesahannya dihadiri oleh Wakil Kepala Daerah yakni wakil bupati.

Ahli hukum dari Universitas Lancang Kuning, Pekanbaru, Riau Dr Parlindungan berpendapat pertanggungjawaban keuangan daerah berada di tangan kepala daerah.

“Jika Bupati tidak hadir dalam pembahasan dan penandatanganan KUA-PPAS, maka bisa muncul multitafsir terhadap legalitas dan keabsahan dokumen tersebut,” ujarnya.

KUA-PPAS merupakan dokumen strategis yang menjadi dasar penyusunan APBD. Oleh karena itu, keterlibatan langsung kepala daerah (bupati, red) dinilai bukan hanya penting, tetapi juga wajib secara moral dan hukum.

“Ini bukan sekedar formalitas. Ini adalah kebijakan prioritas yang akan menentukan arah pembangunan dan pendapatan daerah di tahun mendatang,” tambahnya.

Meski secara hukum Wakil Bupati dapat mewakili dalam pembahasan dan pengesahan jika bupati wafat atau terjadi kekosongan bupati, pertanyaan tetap muncul terkait mengapa Bupati tidak hadir langsung.

“Kalau tidak ada alasan itu, seharusnya Bupati hadir. Ini kegiatan rutin tahunan yang membutuhkan tanggung jawab penuh dari pimpinan daerah,” tegasnya.

Kekhawatiran lain yang disampaikan adalah potensi cacat hukum dalam dokumen KUA-PPAS jika tidak ditandatangani langsung oleh Bupati.

“Siapa yang menandatangani, apakah sah secara hukum ini perlu dijelaskan kepada publik agar tidak menimbulkan keraguan terhadap pelaksanaan APBD nantinya,” katanya.

Ia juga menyoroti pentingnya sinergi antara legislatif dan eksekutif dalam pembahasan dua dokumen penting tersebut.

“Walaupun legislatif hanya membahas, pengesahan dan pelaksanaan tetap membutuhkan keterlibatan aktif dari kedua pihak. Ini tanggung jawab bersama,” tutupnya.

Sementara Ketua DPRD Kampar Ahmad Taridi, belum mau memberi tanggapan perihal tidak hadirnya Bupati Kampar pada pembahasan KUA-PPAS Perubahan APBD 2025 hingga pengesahannya.

Ahmad Taridi meminta agar awak media menanyakan langsung kepada Bupati Kampar mengenai perihal tersebut.