Mafia Kayu Riau: Polres Kampar Diduga Gagal, Upaya Suap Mencuat

Berita Permata.Com||Riau, Skandal besar praktik illegal logging kembali mengguncang Provinsi Riau. Dari Kabupaten Kampar hingga Siak Kecil Bengkalis dan Kabupaten Siak, deretan nama pengusaha sawmill dan mafia kayu bermunculan setelah liputan investigatif wartawan Athia mengungkap operasi besar-besaran perusakan hutan dan penyelundupan kayu dari kawasan konservasi. Fakta-fakta yang terungkap bukan hanya soal pembabatan liar hutan lindung, tetapi juga dugaan keterlibatan oknum aparat yang seolah menutup mata bahkan muncul tawaran uang puluhan juta rupiah hanya demi “take down” berita yang sudah viral di publik.

Awalnya, temuan mengarah pada 17 titik lokasi sawmill di wilayah Teratak Buluh, Kabupaten Kampar. Kayu-kayu yang diolah diduga berasal dari Cagar Biosfer Giam Siak dan Hutan Rimba Baling, kawasan konservasi yang seharusnya dilindungi. Ironisnya, sebagian lokasi bekas penebangan kini disulap menjadi perkebunan sawit bukti bahwa perambahan hutan dilakukan secara sistematis dan terencana.

Nama-nama yang disebut dalam jaringan sawmill itu antara lain: Ijal Bugil, Katam, Mawan, Buyung, Iyan Tengkak, Ijon Pita, Amjor, Danil, Amar, Ado Botuik, Hendri, Epat, Apen, Kaliang, dan Akmal.

Berdasarkan hasil investigasi, pada Rabu (19/9/2025) tim media menemukan beberapa titik sawmill aktif di Desa Kualu, Jalan Koto Tinggi, dan Teluk Kenidai, Kecamatan Tambang.

Polres Kampar Pasang Police Line, Tapi Tak Ada Tersangka

Menindaklanjuti laporan media, Polres Kampar pada Senin (22/9/2025) mendatangi salah satu lokasi pengolahan kayu milik seseorang bernama Edi. Polisi sempat melakukan pemasangan police line, dokumentasi, serta pengambilan sampel kayu olahan. Namun hingga berita ini ditulis, Selasa (7/10/2025), belum ada satu pun tersangka yang ditetapkan. Penanganan hukum yang lambat ini menimbulkan pertanyaan publik: Apakah penegakan hukum benar-benar berjalan, atau hanya formalitas semata?

Tim investigasi melanjutkan pemantauan pada (27–29/9/2025) dan kembali menemukan sawmill aktif di balik sebuah gerbang biru di Desa Tarai, Jalan Kantor Bupati, Kecamatan Tambang. Lokasi tersebut disebut-sebut milik Zulkifli alias Ombak, seorang tokoh sentral dalam jaringan kayu ilegal Riau. Dalam dokumentasi video yang diambil siang hari, tampak dua mobil Colt Diesel memuat kayu olahan dari lokasi tersebut.

Seorang warga mengungkapkan bahwa kayu-kayu yang diolah tak hanya berasal dari hutan di Kampar, tetapi juga dari kawasan hutan lindung Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis.

“Sudah lama beroperasi, bang. Semua orang tahu. Hasil kayunya dikirim ke gudang panglong besar milik Zulkifli. Tapi anehnya, tak pernah tersentuh hukum,” ujar narasumber.

Upaya “Suap Halus” dan Ancaman di Balik Berita

Pada Senin (29/9/2025), sekitar pukul 15.16 WIB, salah satu pelaku bernama Masrul mengakui melalui sambungan WhatsApp bahwa dirinya pernah membuka usaha sawmill ilegal di lokasi tersebut.

“Saya dulu buka juga, tapi sekarang udah tutup. Yang lain masih jalan,” akunya.

Beberapa jam kemudian, seorang wartawan bernama Piter Tanjung menghubungi redaksi dengan permintaan mencurigakan: agar berita tentang pengungkapan tersebut diturunkan (take down). Dalam pesan suara yang dikirim ke redaksi, ia bahkan menyebut telah dihubungi pihak “petugas” dan menawarkan untuk membicarakannya “secara baik-baik” setelah pulang dari Polres Kampar.

Namun, Athia wartawan dengan tegas menolak tawaran tersebut. Keputusan ini justru memicu gelombang tekanan berikutnya. Sejumlah pihak, termasuk A R, pimpinan umum di salah satu media online, juga turut menghubungi Athia dengan tawaran serupa bahkan siap membayar puluhan juta rupiah agar berita pengungkapan mafia kayu itu dihapus.

Namun, sikap Athia tak berubah. Ia tetap berpegang pada prinsip jurnalistik dan kebebasan pers sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 4 ayat (2) yang menyebut bahwa “terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.”

Tindakan Athia menjadi simbol integritas di tengah maraknya upaya membungkam kebenaran dengan uang.

Polisi Datang Setelah Sawmill Tutup: Formalitas Penegakan Hukum

Ironisnya, pada hari yang sama (29/9/2025) sekitar pukul 18.30 WIB, tim dari Polres Kampar yang dipimpin Kasat Reskrim AKP Gian Wiatma Jonimandala datang ke lokasi sawmill di Desa Tarai. Namun waktu kedatangan mereka memunculkan tanda tanya besar sebab sawmill tersebut diketahui tutup setiap pukul 17.00 WIB, dan lokasi sebenarnya berjarak sekitar 100 meter dari gerbang utama.

“Kalau datang sore menjelang magrib, ya jelas tak ada aktivitas. Mereka memang tutup. Coba datang siang hari, baru terlihat jelas aktivitasnya,” sindir seorang warga.

Publik pun menilai langkah aparat itu hanya sekadar formalitas untuk dokumentasi, bukan penindakan nyata. Tak heran, bantahan resmi Polres Kampar yang menyatakan tak menemukan aktivitas sawmill justru menyulut kecurigaan publik akan adanya kongkalikong antara aparat dan pengusaha kayu.

Jaringan Kayu Bengkalis–Siak: Dari Kanal Hutan ke Kota

Pada Minggu (5/10/2025), muncul daftar baru pemain besar kayu ilegal dari wilayah Sungai Limau, Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis, di antaranya:

  1. Adi Sungai Nimbung
  2. Ujang Sai
  3. Zulbukit (bos besar illegal logging)
  4. Kanon / Parman
  5. Idris Sungai Limau, Desa Bandar Jaya
  6. Asan (dari Medan)

Kayu-kayu hasil penebangan brutal dari kawasan Sungai Mandau dan Siak Kecil diolah langsung di hutan menggunakan mesin chainsaw, kemudian dipotong menjadi balok, dirakit, dan dialirkan melalui kanal-kanal menuju darat. Setelah itu, kayu diangkut dengan mobil Colt Diesel yang ditutup terpal menuju gudang pengolahan di Kampar dan Pekanbaru.

Oknum Bersenjata Diduga Kawal Jalur Distribusi

Informasi lebih lanjut mengungkap bahwa Zulkifli alias Ombak dan Indra merupakan pemasok utama kayu ilegal ke sejumlah sawmill, termasuk milik Iyan di Lubuk Siam.

Parahnya, distribusi kayu diduga dikawal oleh oknum aparat berseragam loreng, berinisial H dan S, yang disebut sebagai anggota dari unit intel Kodim 0322 Siak Sri Indrapura. Mereka diduga berperan sebagai koordinator lapangan dan pengawal jalur pengiriman kayu lintas kabupaten.

Kesimpulan: Mafia Kayu Riau, Jaringan Oligarki di Akar Negeri

Rangkaian temuan ini menunjukkan bahwa mafia kayu di Riau bukan sekadar kejahatan lingkungan, melainkan jaringan ekonomi gelap yang terlindungi kekuasaan dan seragam.

Dari hutan konservasi hingga jalan raya, dari Bengkalis ke Kampar, dari gudang kayu ke meja aparat aliran kayu ilegal ini berputar seperti lingkaran setan yang menjarah hutan, menghisap uang rakyat, dan merusak hukum.

Sementara Athia wartawan berdiri sendiri menghadapi tekanan, ancaman, dan godaan uang, publik bertanya: apakah hukum di negeri ini masih berpihak pada kebenaran, atau hanya pada siapa yang sanggup membayar lebih mahal?