Putusan MK yang Loloskan Gibran Jadi Cawapres Bisa Berubah? Ini Jawaban MKMK

JAKARTA, Berita Permata.com|| Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Prof Jimly Asshiddique menanggapi peluang adanya perubahan putusan undang-undang (UU) yang membuat Wali Kota Solo Gibran Rakabuming bisa menjadi calon wakil presiden (cawapres), yang memicu kontroversi di masyarakat.

Jimly menyampaikan, semua pembuktian terkait putusan yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman, yang tidak lain adalah paman Gibran, akan ditelaah lebih lanjut dalam sidang MKMK perdana pada Selasa pekan depan. Agendanya mendengar keterangan pelapor.

“Jadi, sidangnya itu mulai Selasa. Dia buktikan dulu bahwa pendapat dia benar, nanti argumennya apa. Yakin bisa dibatalin itu gimana? Apa alasannya, nanti dicari dulu,” kata Jimly kepada wartawan di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Kamis (26/10/2023).

Jimly belum bisa memastikan apakah putusan MK yang memuluskan jalan Gibran tersebut dapat berubah jika nantinya ditemukan pelanggaran kode etik hakim MK. Jimly bakal mendengar lebih dulu argumentasi pelapor dan tak mau berandai-andai. “Ya belum bisa dijawab. Nanti argumennya apa,” ujar eks ketua MK tersebut.

Jimly menyebut, para pelapor dibolehkan membawa ahli dalam sidang atas dugaan pelanggaran etik hakim MK. MKMK juga bakal mendengar argumentasi dari para saksi pelapor. Perdebatan itulah yang menjadi ruang MKMK mengkaji kemungkinan perubahan putusan itu.

“Jadi, si pemohon itu bisa bawa ahli. Cari ahli yang paling ahli. Silahkan. Terus saksi juga, nanti argumennya kita dengar, kenapa dia minta begitu,” ujar Jimly.

Guru besar hukum tata negara Universitas Indonesia (UI) tersebut menyampaikan, MKMK hadir guna menyelesaikan laporan pelanggaran etik para hakim MK. “Maka MKMK harus kita manfaatkan untuk menghidupkan akal sehat itu,” kata Jimly.

MK akhirnya menyatakan pembentukan MKMK  guna merespons sejumlah laporan masyarakat terhadap para hakim MK. Pembentukan MKMK disahkan dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH). MKMK beranggotakan hakim MK Wahiduddin Adams, ketua pertama MK Prof Jimly Asshiddiqie, dan pakar hukum Prof Bintan Saragih.

Tercatat, sejumlah kelompok masyarakat melaporkan dugaan pelanggaran etik sembilan hakim MK. Di antaranya, Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Indonesia (PBHI), serta Dewan Pimpinan Pusat Advokasi Rakyat untuk Nusantara (DPP ARUN) dan Komunitas advokat Lingkar Nusantara (Lisan).

Deretan pelaporan itu merupakan akibat MK yang memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10/2023). Enam gugatan ditolak.

Tapi MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang pro pencalonan Gibran tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda  hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *