Berita Permata.Com||Pekanbaru, Ketua Komisi 3 DPRD Provinsi Riau, Edi Basri ungkap penanaman Akasia (Ekaliptus) di Hutan Desa (HT) seluas 1.568 Hektar milik PT RAPP yang diklaim ditanam oleh Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Rantau Kasih, diduga kuat intrik-intrik untuk mengelabuhi pemerintah daerah maupun pusat.
Ia menilai tanaman Ekaliptus seluas ribuan hektar tersebut merupakan milik PT RAPP yang berada diluar konsesi (areal tanam).
Sebelum ditanam akasia, kawasan itu kawasan hutan alam yang banyak ditumbuhi pepohonan berukuran besar. Kita mempertanyakan legalitas PT RAPP melakukan penanaman Akasia diluar konsesinya,” kata Ketua Komisi III DPRD Provinsi Riau, Edi Basri, SH.,MSi.
Menurutnya PT RAPP juga dituntut untuk membayar Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) atas pemanfaatan kayu di areal yang mereka garap.
Hutan seluas 1568 Ha itu, kata Edi Basri, masih merupakan kawasan hutan yang tidak boleh dikonversi untuk tanaman akasia atau kelapa sawit . Sebab, pelepasan kawasan hutan untuk dijadikan HTI atau kebun sawit harus melalui persyaratan khusus.
Katanya Hutan seluas 1568 Ha yang digarap PT RAPP merupakan kawasan hutan yang tidak boleh dikonversi.
” Sebab 421 Ha areal itu merupakan kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan 1.147 Ha merupakan kawasan Hutan Produksi Tetap,” tegas Politisi Partai Gerinda.
Pembukaan lahan di luar konsesi merupakan sebuah kesalahan fatal. Sebab di atas lahan yang dibuka merupakan kawasan hutan yang ditumbuhi kayu berukuran besar (Log) dan berukuran kecil (Chip).
” Pemanfaatan kayu dikawasan hutan untuk keperluan industri harus dikenakan PSDH/DR. Besarnya PSDH/DR disesuaikan dengan jenis dan ukuran kayu. “PSDH/DR untuk kayu Log berbeda dengan kayu Chip, kerana PSDH/DR kayu Log lebih besar,” jelasnya.
Lembaga Pengelola Hutan Desa atau LPHD Desa Rantau Kasih diketahui mendapatkan izin Perhutanan Sosial (PS) berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan No 9862/Men LHK-PSKL/PSL.6/9/ 2013 tertanggal 14 september 2023.
Permasalahan kemudian muncul ketika LPHD Rantau Kasih mengajukan dokumen permohonan kepada Dinas LHK Riau yang menyatakan bahwa kayu Akasia di atas areal 1568 Ha itu sebagai tanaman sendiri. “Klaim tersebut sangat janggal karena Akasia di atas lahan itu ditanam pada tahun 2014 sampai 2016. Sedangkan izin Perhutanan Sosial baru diperoleh pada tahun 2023 lalu.
Pihaknya meminta Dinas LHK Riau untuk menghitung potensi kayu pada areal 1568 Ha pada waktu pembukaan kawasan untuk ditanami Akasia. Hasil perhitungan kayu itu nanti akan dijadikan dasar perhitungan besaran PSDH/DR yang harus dibayarkan PT RAPP.
“Dinas LHK Riau harus proaktif untuk menghitung potensi PSDH/DR yang harus dibayarkan oleh PT RAPP akibat pembukaan areal di luar konsesinya tersebut,” tegasnya. **